Bisnisnews.id: Presiden Jokowi: Membangun Kepercayaan di Laut Cina Selatan Jauh Lebih Penting

Negara-negara yang terlibat dalam perselisihan Laut Cina Selatan harus terlibat dalam kerja sama konkret sebelum kode etik dikembangkan, demikian usulan Presiden Joko 'Jokowi' Widodo.

Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan This Week In Asia menjelang kunjungannya ke KTT ASEAN pada hari Sabtu 29 April 2017, Widodo mengatakan bahwa kerja sama semacam itu akan menjadi langkah penting untuk memastikan perdamaian di perairan yang disengketakan.

"Pada periode transisi sebelum kita memiliki kode etik, membangun kepercayaan sangat penting. Saya garis bawahi, sangat penting," katanya.

Komentar Jokowi ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak memiliki niat untuk menjadi lebih konfrontatif atas isu yang berpotensi meledak ini. Meminta penilaiannya atas ucapan presiden, pakar keamanan maritim Ian Storey mengatakan, "Saya tidak melihat pengerasan posisi Indonesia di Laut Cina Selatan, tetap konsisten."

Indonesia tidak termasuk di antara negara-negara yang aktif mengklaim dan bersaing atas berbagai wilayah Laut Cina Selatan, namun Indonesia memiliki pulau-pulau yang dekat dengan perairan yang kaya sumber daya dari wilayah-wilayah yang disengketakan.

Selain China, 4 negara penuntut lainnya merupakan bagian dari 10 negara anggota ASEAN. Kelompok ini telah membahas perumusan kode etik dengan China sejak 2010. Draft pertama selesai bulan lalu dan versi terakhir akan makan waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, kata analis.

Kode etik tersebut mencakup antara lain mekanisme manajemen krisis yang mengikat, pencegahan pembentukan senjata ofensif dan memastikan kebebasan navigasi.

Jokowi mengatakan bahwa kode etik tersebut akan memakan waktu, "Oleh karena itu, sebelum situasi meletus, kita harus melakukan bentuk kerja sama yang konkret, misalnya melakukan penelitian bersama mengenai sumber daya bahari, juga bekerja sama untuk memperbaiki infrastruktur maritim di daerah tersebut, dan kemudian mengembangkan industri perikanan. Saya percaya ada banyak area yang bisa digarap bersama."

Presiden tidak tertarik untuk mengomentari kebijakan China yang sangat kontroversial dalam membangun pulau-pulau di perairan dan menanam instalasi militer di sana. Dia hanya mengulangi bahwa kepercayaan merupakan langkah penting bagi semua pihak untuk melakukan tindakan tersebut.

China mengklaim hampir semua Laut China Selatan yang dilalui perdagangan senilai 5 triliun dolar setiap tahun. Penegasan kedaulatannya itu telah diperebutkan oleh Filipina, Vietnam, Malaysia dan Brunei.

Sementara Filipina membawa kasusnya ke pengadilan internasional untuk diadili, Presiden Rodrigo Duterte telah mengabaikan imbalan konsesi ekonomi dari China. Duterte baru-baru ini mengklaim bahwa ia bermaksud untuk menaikkan bendera Filipina di salah satu pulau namun mundur karena tekanan China.

Meski Indonesia bukan merupakan negara dalam perselisihan, perairan tersebut berpotensi menjadi sumber gesekan dengan China.

Ahli kelautan, Storey mencatat bahwa Indonesia menolak berlakunya legalitas "jalur sembilan", yang oleh China digunakan untuk membatasi klaim teritorialnya. Jalur sembilan ini tumpang tindih dengan zona ekonomi eksklusif Indonesia yang diakui secara internasional di sekitar Kepulauan Natuna dan kaya minyak-gas.

"Untuk mencegah agar tidak menjadi sumber ketegangan dengan Beijing, Indonesia telah mencoba untuk memisahkan masalah perselisihan Laut Cina Selatan dengan menkategorikan kehadiran pukat China di perairan Natuna sebagai salah satu penangkapan ikan ilegal," kata Storey, ahli ISEAS-Yusof Ishak Institut di Singapura.

Christine Susanna Tjhin, pakar hubungan China-Indonesia pun setuju. Jokowi, katanya, telah berfokus pada perambahan oleh kapal penangkap ikan China yang secara langsung mempengaruhi mata pencaharian dan ekosistem Indonesia. Jokowi kurang tertarik pada hasutan atas isu hegemoni daerah China dan kedaulatan Indonesia, katanya.

Ini merupakan cerminan dari prioritas kebijakan dan karakter pragmatisnya, tambah Tjhin, pakar di Pusat Studi Strategis dan Internasional Jakarta. "Jokowi telah berfokus terutama pada perbaikan ekonomi domestik, yang membutuhkan lingkungan regional yang stabil dan kerjasama yang damai dan konkrit dengan negara-negara di kawasan ini," kata Tjhin.

Pekan lalu, majalah pertahanan Jane's Weekly melaporkan bahwa Kementerian Pertahanan Indonesia telah mengeluarkan tender untuk meningkatkan dermaga angkatan laut di Pulau Natuna Besar sehingga penyebaran kapal bisa lebih besar.

Ketika ditanya mengapa Indonesia harus meningkatkan kemampuan militernya di sana, Widodo mengatakan: "Saya harus menjelaskan ini, Natuna adalah wilayah Indonesia. Itu jelas. Kami punya kabupaten di sana. Kami memiliki populasi 163 ribu di sana. Jadi tidak ada diskusi tentang Natuna. Kami menginginkan situasi damai di Laut Cina Selatan."



Komentar

Terpopuler 热搜

15 Tahun Menunda, Tapi Tidak Lupa (Mei 1998)

OPINION: 18 Years Ago Today: May 1998 and to Never Forget

OPINION: (Anti) Corruption in China’s Belt and Road Initiative