OPINI: Imlek, esensialisme, dan pengakuan
Kompas, 28 Januari 2006 Pedagang pernak-pernik Imlek di Glodok menjajakan barang dagangannya. (Foto: CNN Indonesia/Andry Novelino). Imlek di Indonesia dari tahun ke tahun kian meriah. Di pusat perbelanjaan, televisi, reklame, koran, majalah, ornamen oriental, dan kaligrafi, Gong Xi Fa Chai bertebaran. Suasana Imlek sering dijadikan salah satu ukuran guna menilai "kebangkitan etnis Tionghoa". Penilaian itu beragam, dari "kemenangan" hingga "kebablasan", bahkan "resinifikasi". Imlek dijadikan salah satu strategi esensialisme ( essentialism ), di mana simbol-simbol identitas Tionghoa kembali dihadirkan dalam proses politik pengakuan ( politics of recognition ). Politik pengakuan Charles Taylor (1992) menjelaskan, dinamika identitas tidak terlepas dari politik pengakuan yang memiliki karakter dialogis ( dialogical ). Identitas individu terbentuk melalui proses dialog antara individu itu dan individu atau kelompok lain. Di tataran publik, ...